Lantaran Telat Bayar Cicilan Mobil, Produser Film Gugat Perusahaan Pembiayaan

- Kamis, 19 Januari 2023 | 21:18 WIB
Sidang kasus perdata berkaitan dengan penjualan mobil kredit milik penggugat Produser film Girry Pratama  (Dok.HALLO BANTEN/HENDRIK)
Sidang kasus perdata berkaitan dengan penjualan mobil kredit milik penggugat Produser film Girry Pratama (Dok.HALLO BANTEN/HENDRIK)

HALLO BANTEN, TANGERANG - Sidang kasus perdata berkaitan dengan penjualan mobil kredit milik penggugat Produser film Girry Pratama dengan tergugat bank swasta CIMB Niaga Auto Finance digelar di Pengadilan Negeri (PN) Tangerang.

Sidang itu digelar dengan agenda mendengarkan saksi ahli perdata.

Girry Pratama menggugat perdata bank swasta CIMB Niaga Auto Finance berkaitan dengan penjualan mobil kreditan miliknya. Salah satu hal yang dipermasalahkan mengenai surat pemberitahuan dari pihak bank yang disebutnya tidak pernah sampai ke pihak Girry Pratama

"Perkara ini terkait dengan proses parate eksekusi yang dilakukan kreditur secara sepihak, dimana tindakan parate eksekusi tidak sesuai dengan ketentuan keputusan Mahkamah Konstitusi Nomor 8 Tahun 2019 jo putusan makamah konsitusi nomor 99 Tahun 2020 jo putusan makamah konsitusi Nomor 2 Tahun 2021," ujar saksi ahli Sonyendah Retnaningsih, Kamis, 19 Agustus 2023.

Menurut Retna, dalam perkara ini kreditur tidak melaksanakan eksekusi sesuai dengan Undang-Undang Fidusia, yang harus memenuhi dua unsur secara kumulatif. Seperti harus ada kesepakatan antara dua belah pihak kreditur dan debitur telah terjadinya wanprestasi.

Baca Juga: Melalui Danareksa Investment Management, BRI Lakukan Penjualan Produk “Danareksa GamaStePs Pasar Uang”

"Kedua harus penyerahan secara sukarela dari debitur terhadap kreditur dengan demikian dalam hal ini, penyertaan wanprestasi tidak bisa dinyatakan secara sepihak. Apabila debitur tidak memenuhi secara sukarela dan tidak ada kesempatan telah terjadi wanprestasi, maka kreditur tidak bisa melakukan eksekusi secara sendiri dengan menggunakan jaminan UU Fidusia melalui parate eksekusi," jelasnya.

Retna menuturkan, jika misalnya debitur dinyatakan wanprestasi, harus ada jaminan kebendaan itu merupakan perjanjian ikutan. Di mana, lanjutnya, itu tidak bisa berdiri sendiri, karena adanya perjanjian pokok.

"Perjanjian pokok sebenarnya jual beli tetapi dengan konsep utang piutang. Jual beli secara cicilan. Kalau konsep jual beli walaupun mekanisme cicilan, maka hak milik itu sudah terjadi ketika terjadi penyerahan barang. Beda dengan jual beli benda tetap, harus dengan suatu autentik," jelasnya.

Retna menambahkan, jadi jaminan fidusia ini milik kreditur karena hanya memberikan hak ada jaminan kebendaan, bisa tanggungan, fidusia, gadai. jadi tidak memindahkan hak milik.

"Mobil ini kan jadi hak miliknya tertera pada STNK, BPKB, itu hak milik. Makanya jika debitur macet pembayarannya, kreditur tidak bisa melakukan penjualan secara langsung, harus melalui persetujuan antara kedua pihak. Debitur secara sukarela untuk di jual sebagai pelunasan. Kalau tidak ada itu, mana bisa karena hak milik itu pada debitur," ungkapnya.

Retna menjelaskan, dalam perkara ini jelas kreditur tidak memenuhi 1320 KUHP Perdata. Pasalnya, kreditur melakukan penjualan mobil milik debitur tidak memiliki persetujuan atau pun tidak ada surat kuasa.

"Jika harus ada surat kuasa pun sama, harus ada kesepakatan terlebih dahulu antara keduanya. Sehingga kalau tidak ada surat kuasa, maka penandatangan itu tidak sah," katanya.

"Yang jadi permasalahan kalau tindak parete eksekusi berdasarkan dokumen penyerahan barang, yang ditangani oleh pihak semestinya, maka penjualan itu tidak sah. Karena tidak memenuhi keputusan Mahkamah Konstitusi," ungkapnya.

Kuasa Hukum Girry Pratama, Chitto Cumbhadrika mengatakan, pihaknya sepakat dengan yang disampaikan saksi ahli terkait penjelasan fidusia. Hal tersebut sangat jelas jika kreditur tidak bisa serta merta tanpa ada penyerahan surat kuasa dari orang yang mempunyai kepetingan.

Halaman:

Editor: Yudhi Aulia Rahman

Tags

Artikel Terkait

Terkini

X